Rabu, 20 Desember 2017

Review novel Tere Liye - Hujan


Jangan pernah jatuh cinta saat hujan, Lail. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu. Masuk akal, bukan?" - Maryam, halaman 200


Lail selalu suka Hujan. Selalu. Sejak ia kecil. Namun, suatu kejadian pada 21 Mei 2042 membuatnya memiliki kenangan mengerikan tentang hujan. Usia Lail baru 13 tahun, kala bencana alam itu terjadi, letusan gunung purba yang mengakibatkan perubahan yang sangat ekstrim bagi bumi, juga merupakan hari yang tak bisa dilupakan bagi mereka yang selamat dari bencana itu. Juga bagi Lail, yang harus menerima kenyataan bahwa ia kehilangan kedua orangtuanya hari itu juga, tepat ketika hujan.

Lail selamat, berkat bantuan seseorang. Anak laki-laki berusia 15 tahun yang menarik tas punggungnya di tangga darurat, menyelamatkan dirinya yang sedang berusaha menolong sang ibu yang telah jatuh empat puluh menter di bawah sana beserta guguran-guguran tanah. Anak laki-laki yang kemudian diketahui Lail bernama Esok, tepatnya Soke Bahtera, yang kemudian menemani Lail melewati masa-masa sulit, yang kelak, menjadi laki-laki yang amat Lail sayangi. Namun, kebersamaan mereka itu tak berlangsung lama. 

Satu tahun sejak bencana alam itu, keadaan kota menjadi lebih baik. Panti sosial didirikan untuk mereka yang tak punya tempat tujuan. Lail yang tak tahu harus ke mana, tidak punya pilihan lain selain ikut ke sana, namun tidak bagi Esok. Esok adalah anak yang cerdas, maka ada keluarga yang bersedia mengangkatnya menjadi anak asuh dan menyekolahkannya setinggi mungkin, juga merawat ibunya yang kehilangan kedua kakinya pada bencana mengerikan itu. Maka, sejak saat itu, Lail dan Esok sudah tak lagi ada di jalan yang sama, keduanya telah berada di jalan yang berbeda.

Beberapa tahun kemudian ...

“Apa yang hendak kamu lupakan, Lail?” – Elijah, Paramedis senior.

“Aku ingin melupakan hujan.” – Lail, Pemegang Lisensi Kelas A Sistem Kesehatan, usia 21 tahun.

**

Karena kenangan seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.” - Hujan, halaman 201

Well, buku yang baru saja kuselesaikan, yang telah kutunggu-tunggu sejak lama akhirnya selesai kunikmati. Lagi dan lagi, si Abang hanya memakai satu kata untuk judul novelnya. Hujan. Setiap orang yang mendengar kata hujan langsung tergambar jutaan air yang jatuh dari langit. Ya, begitu juga hujan dalam cerita ini. Meski lebih banyak lagi hujan yang berbeda yang turun di kisah ini.

Dampak jangka panjang dari gunung meletus juga memiliki cerita tersendiri. Berbagai kegiatan seru dan menantang dilakukan Lail dan Maryam. Hal itu menambah variasi cerita sehingga cerita tidak melulu tentang Lail dan Esok. Kekhawatiran saya terhadap kisah romance yang menjemukan pun sirna.

Menjelang halaman terakhir, ketika saya mulai menebak akhir ceritanya ternyata terdapat twist yang benar-benar tak terduga. Twist yang dijumpai tidak hanya satu sehingga mampu menggiring akhir cerita ini betul-betul mencapai titik klimaks. Pembaca juga akan menemukan rahasia-rahasia mengenai siapa sebenarnya Esok dan apa yang sebenarnya dikerjakannya saat meninggalkan Lail.



Jenis Buku    : Novel
Judul             : Hujan
Pengarang     : Tere Liye
Penerbit         : Gramedia
Harga              : Rp. 68,000
Tebal              : 320 Halaman

#ReviewBuku #TugasFiksiODOP4







2 komentar:

  1. Karena kenangan seperti hujan.
    Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya.

    Lalu harus dibawa kemana kenangan ini.

    Upsss malah curhat. ^^

    BalasHapus
  2. Lengkap bgt ya harganya juga dimasukin sekalian hihi😂 good lah 👍

    BalasHapus