Sabtu, 09 Februari 2019

Resensi Novel Tere Liye - Pergi


Judul Buku : Pergi
Penulis : Tere Liye
Co-author : Sarippudin
Penerbit : Republika
Cetakan : I, April 2018
Tebal : iv+ 455 halaman
Genre  : Action, Romance
Ukuran : 13,5 x 20,5 cm
Cover : Resoluzy
Color : Black-White
Harga : Rp. 79.000,- (harga normal)

Sinopsis
Sebuah kisah tentang menemukan tujuan, ke mana hendak pergi, melalui kenangan demi kenangan masa lalu, pertarungan hidup-mati, untuk memutuskan ke mana langkah kaki akan dibawa. Pergi.

**************

Tere Liye melalui tulisannya selalu berhasil memikat pembaca untuk terus-menerus mencintai karya-karyanya. Seperti novel-novel Tere Liye sebelumnya, novel yang berjudul 'Pergi' ini juga berhasil membuat saya jatuh cinta.

Melanjutkan novel Pulang, Pergi dibuka dengan adegan penyerbuan ke markas El Pacho di Meksiko. Bersama si kembar Kiko dan Yuki, White, serta Salonga, Bujang hendak merebut teknologi pendeteksi serangan siber milik Keluarga Tong yang dicuri oleh salah satu penguasa shadow economy di Asia Pasifik tersebut.

Pembukaan semacam ini seolah mengindikasikan bahwa Pergi akan berjalan dalam tempo yang cepat. Tidak bertele-tele mengenalkan karakter atau membangun konflik cerita. Pembaca lekas dihadapkan pada situasi menegangkan, pertempuran antara dua kelompok shadow economy. Rasa penasaran pembaca semakin membuncah, ketika Tere Liye menghadirkan tokoh baru. Memakai bahasa Bujang, lantas menyebut Bujang sebagai adik lelakinya. Hmm, siapa dia?

“...Aku harus pergi. Adios, Hermanito.” (hal. 26)

Berawal dari penyerbuan itu, alur Pergi merangsek maju. Sepeninggal Tauke Besar sebelumnya, Bujang yang kini menjadi Tauke Besar baru berhasil mengembangkan bisnis Keluarga Tong. Mereka tidak lagi bergerak di bidang bisnis kotor selayak perjudian, narkoba, atau perdagangan obat-obatan. Keluarga Tong telah bertransformasi selama dua puluh tahun terakhir, begitu pula beberapa penguasa shadow economy lainnya.

“Catat baik-baik: satu di antara empat kapal di perairan dunia adalah milik keluarga penguasa shadow economy. Satu di antara enam properti penting di dunia adalah milik shadow economy. Bahkan satu di antara dua belas lembar pakaian, satu di antara delapan telepon genggam, satu di antara sembilan website adalah milik jaringan organisasi shadow economy. Media sosial raksasa tempat banyak orang memposting foto, status, atau aplikasi transportasi online misalnya, itu ada miliki shadow economy—disamarkan lewat startup yang sesungguhnya dimodali oleh keluarga shadow economy. Berapa besar nilai bisnis shadow economy? Nyaris seperempat dari GDP (gross domestic product/produk domestik bruto) dunia.” (hal. 39)

Total ada delapan keluarga besar shadow economy di dunia. Aturan mereka sederhana: fokus pada bisnis dan kawasan masing-masing, tidak perlu mengganggu keluarga lain. Namun, bisnis tetaplah bisnis. Langit tidak cukup menjadi batas keserakahan manusia.

Master Dragon selaku penguasa Hong Kong ternyata menghimpun kekuatan untuk  menghabisi Keluarga Tong. Aliansi terbentuk. Keluarga Wong dari Beijing, Keluarga Lin dari Makau, dan El Pacho dari Meksiko turut bergabung. Mereka juga menyewa Sersan Vasily Okhlopkov, sniper terbaik dunia dan Yurii Kharlistov, pembuat bom ternama.

Keluarga Tong terancam. Atas saran orang-orang kepercayaannya, Bujang berupaya mencari sekutu. Negosiasi dijalankan untuk merebut kepercayaan Keluarga Yamaguchi di Jepang dan Keluarga Krestniy Otets, pimpinan Bratva Rusia. Adapun Keluarga J.J. Costello di Florida tidak pernah ikut berperang. Dibandingkan menguasai Asia Pasifik, mereka lebih suka berekspansi ke Eropa, Amerika, dan Australia.

Di tengah usaha menstabilkan kawasan Asia Pasifik, Bujang lagi-lagi bertemu hantu masa lalunya. Ia dipaksa mengingat kembali kisah ibunya, Midah dan bapaknya, Samad melalui kehadiran si kakak tiri. Mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi di masa lampau melalui sekumpulan surat berisi cerita-cerita yang belum pernah dituturkan siapapun.

Mampukah Bujang mengalahkan Master Dragon? Siapakah sebenarnya kakak tiri Bujang dan apa alasan di balik kemunculannya yang mendadak? Novel setebal 455 halaman ini siap menjawab itu semua.

Kemanakah Bujang akan PERGI? Akankah Bujang berjalan mengikuti jalan yang sama atau malah berjalan ke arah “lain”?

"Sejatinya, ke mana kita akan pergi setelah tahu definisi pulang tersebut? Apa yang harus dilakukan? Berangkat ke mana? Bersama siapa? Apa ‘kendaraannya’? Dan kemana tujuannya? Apa sebenarnya tujuan hidup itu? Itulah persimpangan hidupmu sekarang, Bujang. Menemukan jawaban tersebut. ‘Kamu akan pergi ke mana?’ Nak." (hal. 86)

12 komentar:

  1. Balasan
    1. Bagus banget lho, Mbak. Aku kasih 4 bintang dari 5 bintang. Recommended banget

      Hapus
  2. Belum baca 😣😣 yg pulangnya aja belum selesai..

    BalasHapus
  3. Wah jadi semakin ingin membaca bukunya...

    Sudah lama ingin dimiliki, namun belum berjodoh sampai saat ini... (ini ngomongin buku ya...) 😁

    BalasHapus
  4. Yaampun, pulang aja belum dibaca. Eh ini resensinya menggoda banget pula 😔

    BalasHapus
  5. Punya bukunya tetapi belum sempat baca. Dipinjam kawan pula. Terima kasih atas resensinya ya? Jadi penasaran..hihihi

    BalasHapus
  6. Aku baru baca yang pulang..
    Ini lanjutannyq ya?

    BalasHapus